Friday, May 6, 2011

Crashpack Bumi Ngapak (II): Masing-masing berjalan sendiri

Last Episode: Sepurne ngadat, ngadat di Cirebon, lalu Ketanggungan, dan Prupuk. Setelah itu kereta Sawunggalih Bisnis itu berjalan lagi, ia berusaha untuk mencapai kecepatan maksimal tapi tidak bisa - terrain alias daerah yang kami lewati sore itu, antara waktu Zuhur dan Ashar, adalah daerah Bumiayu dan kaki Barat Gunung Slamet, berlika-liku kelak-kelok, tidak bisa cepat, tapi aku nikmati saja.

Cuaca saat itu bagus. Tidak hujan, mendung sedang dan tidak panas. Itu cuaca bagus di daerah Gunung. Memang jelas ada kabut, tetapi dari kereta ini aku masih bisa memandang cukup jauh keluar; ya, ini bagian favoritku - setelah selama kurang lebih 4 1/2 jam berjibaku dengan Jalanan Pantai Utara yang datar dan hanya menghadirkan pemandangan statis - sawah-kota-sawah-kota secara bergantian, akhirnya kami naik ke Gunung, pemandangan spektakuler sudah menunggu kami penumpang.

Daerah ini memang indah, saat aku dan keluarga biasa mudik dengan mobil daerah ini memang sangat indah. Apalagi dengan kereta...di kanan-kiri, kami lewati bermacam pemandangan - diawali dengan ladang bawang dan jagung (di daerah Prupuk), semakin naik kami lihat sungai-sungai besar di himpit oleh sawah yang bertingkat, sebuah pemandangan indah dengan para petani masih bertani mencari nafkah, suatu tempat indah untuk menghilang dari peradaban. Kereta terus berjalan dan kami melihat pemandangan yang lain lagi, kini kami ada di atas batuan, tepi tebing, kanan kami jurang namun itu jurang yang indah. Memang kalau di tempat-tempat seperti ini pemandangan indah selalu. Aku mencoba foto tapi, sialnya, ada air banyak di kaca, tapi tidak mau hilang - ternyata itu basah dari luar. SH**, pasti gara2 hujan sebentar di Cirebon tadi. Ke kanan, penumpang lain masih asik saja, sehingga aku tak bisa mendapat view bagus. Ya sudah, nasib.

Meski pemandangan sangat apik, tapi jalan yang kelak-kelok apalagi hawa dingin itu membuat ngantuk. Aku ingin tidur tapi susah, insomnia siang, karena tadi pagi sudah tidur (baca Crashpack Bumi Ngapak I). Tapi ngantuk, mumpungnya, beruntungnya, kami tiba di Bumiayu dan beberapa pedagang asongan masuk lagi. Aku beli segelas Kopi Jahe untuk dinikmati dengan Oreo.

Rasanya WUENAK. Kopi Jahe + Oreo celupan kopi itu ternyata enak. Worthed untuk 10 Ribu. Menghilangkan kantukku seiring kami turun dari daerah kaki Barat Gunung Slamet. Jam 3.15 Kami sampai di Purwokerto, 45 Menit lebih lambat dari dugaanku (biasanya, kereta Sawunggalih sudah sampai Purwokerto jam 2.30an,,,)

Stasiun Purwokerto, salah satu pemberhentian major selain Cirebon di rute KA ini, memang agak lama berhenti, tapi yang enaknya, kali ini para Pedagang masuk dengan lebih beradab, lebih ramah....dan, aksen Ngapak yang aku tunggu itu akhirnya hadir! Ya, kami sudah officially masuk daerah Ngapak. Lokasi Crashpacking ku untuk 5 hari kedepan.

Jajanan yang ditawarkan lebih banyak (ya iya, Purwokerto gitu). Tempe Mendoan, Kripik Melinjo, Kripik Tempe, dan lebih banyak lagi....Lanting (BUKAN Klantink - Lanting: kerupuk kecil bentuk mirip angka 8) pun ada, dalam hati aku tertawa, "Mbak, aku ra usah ditawari Lanting yo. Aku pengen ke Karanganyar, nang kono omahne Lanting, ora larang, eco maning."

Akhirnya kami berangkat lagi, ketinggian semakin menurun, itu aku tahu lewat di stasiun-stasiun kecil yang kulewati, di Purwokerto masih 75 mdpl (meter dari permukaan laut), lama-lama ketinggian menjadi 57 mdpl, 35 mdpl, 19 mdpl, 15 mdpl.... Kami semakin mendekati tujuan: KARANGANYAR.

Kereta pun melalui jalan datar dan lurus terus, kami sudah melengkapi pertukaran dari jalur utara ke jalur selatan asli, dan tak lama kemudian kami melewati terowongan gelap panjang selama 1 menit, yang menandakan sebentar lagi Gombong, dan setelah itu, Karanganyar.

Gombong terlewati, dan akhirnya....Karanganyar. Stasiun kecil yang berada di tengah sawah yang familar itu akhirnya kujejaki. Sesampai aku di gedung utama Stasiun, para tukang ojek, bemot (Becak Motor) dan Becak berebut. "Ndi mas? Karanggayam?" Yang lain terus bertanya-tanya, contohnya salah satu "Loring Pasar mas? Telung'ewu bae. Aku bae mas." aku kali ini menegaskan bahwa rumahku dekat, dekat alun-alun, "Wonten mas, wonten, cedhak iki, alon-alon, dalan bae aku. Wis rapopo." Aku menolak, sampai aku belok ke jalan yang lebih kecil menuju Alun-alun barulah tukang-tukang itu pergi dari mengerumuniku. Aku disambut pemandangan yang langsung menggugah semangatku - bianglala kecil, kereta api kecil model Taman Mini, stan-stan makanan manis, Martabak, Gulali, pedagang baju dan tas dan VCD bajakan.....ah, Pasar Malam! Aku lihat jamku menunjuk jam 4 lebih 10. hampir 1 jam lebih lama dari perkiraanku aku sampai di sini.

Sayangnya aku tidak membawa SLR, kalau aku bawa SLR aku bisa bawa nanti malam untuk foto-foto, karena kamera digital nikon ku tidak cukup...dia tidak bagus jika dibawa malam hari. Jadi aku berhenti dan mengitari sisi Barat alun-alun dulu, memotret semua persiapan keramaian itu selagi Lensa Nikon Coolpix ku masih bisa mentolerir cahaya senja.

Aku lega, jujur, sebuah rasa wah bahwa aku bisa sampai Karanganyar sendiri dengan selamat sentosa....jadi aku kitari alun-alun dan langsung ke Masjid Raya dulu, dan Solat Jama' Qashar sebelum kembali memotret alun-alun dan sekitarnya, dan masjid juga.

15 Menit aku puas dengan foto-foto itu, dan aku berjalan ke arah Pasar kini, ke arah rumah Mbahku. Dan aku pun sampai akhirnya. Awalnya kosong, aku pun heran. Harusnya ada, karena Mas di Jakarta sudah nelfon mereka paginya. Harusnya mereka ada di rumah (Mbah Kung dan Mbah Putri).

Aku pencet bel kecil di luar rumah 2 kali hingga akhirnya Mbah Putri menyambut ku. Aku bertanya di mana Mbah Kung dan dia jelaskan, katanya dia pergi menjemput ku, barusan saja. Ternyata aku sudah balik terlebih dahulu...

Ya, kami tunggu hingga jam 5 sore barulah Mbah Kung kembali dengan sepeda elektrik made in china nya, dia tersenyum melihat ku sudah datang. Kami saling tertawa karena kami menyadari kami masing-masing jalan sendiri, dia padahal awalnya berniat ingin jemput di stasiun tapi aku sudah jalan duluan...

Kami masing-masing berjalan sendiri....

Tapi dengan segelas teh dan gorengan, semua itu pudar, tandas, menjadi tawa lega kekeluargaan di sore hari di Karanganyar itu.




Next Post: Pasar Malam

No comments: