Wednesday, February 17, 2010

Puisi Tiga ; Perjalanan Jiwa

 Perjalanan Jiwa

JIWA (TERBANG)
Nun jauh bahkan tak terlihat oleh mata
Lantunan nada merdu terdengar tanpa kata
Namun ketika kutajamkan telinga
Terdengar suara yang membekukan raga

Melayangkan nalar hingga
Jiwa pun terbang lega
Melayang ke langit malam
Dingin nan hitam

Pelahan terbang jiwaku
Menelusup kegelapan kaku
Menembus batas wajar perilaku
Menjadi sebuah fondasi paku

Menuju tempat mulia
Nan firdausi penuh ceria
Dimana waktu berhenti
Dan semua yang lain seakan mati
Seakan dunia hanya milik berdua nanti

Semua seakan aku telah merasakan
Kedamaian hari esok dalam impian
Genggaman tangan erat seorang kekasih idaman
Jiwaku telah terbang dalam cinta penuh keeratan

JIWA (DIATAS AWAN)

Nun jauh bahkan tak terlihat oleh mata
Lantunan nada merdu terdengar tanpa kata
Namun ketika kutajamkan telinga
Terdengar suara yang membekukan raga

Langit telah aku tembus
Jiwaku berjalan melayang terus
Tanpa perasaan beban yang menggerus

Jiwakupun melawan kenyataan sudah
Waktu dibuatnya seakan tak berharga dan rendah
Bahwa penantian satu kehidupan adalah
Kebiasaan belaka dalam proses seribu abad dimana kalah
Adalah jawaban yang tidak akan didapatkan pada akhiran dimana kita berserah

Engkaupun hadir didalam jiwa yang dulunya membatu
Bukan sekadar melengkapi kebersamaan
Namun bahkan menyatu dalam jiwa dan raga satu

Sungguh nalarku telah berhenti
Jiwaku kini telah merasa tinggi lepas dari kotak peti
Yang dulu menguburnya dalam kekejaman kesengsaraan tak berhati

Jiwaku mulai melangkah
Dalam suatu impian yang mungkin kenyataan terarah
Mengenai kesatuanmu denganku disini
Jiwa pun terasa hidup dengan ini
Kesakitan seluruhnya musnah bagai habis perang
Aku pun melihat esok yang lebih terang

Sekalipun bukan kenyataan
Semuanya terasa indah dan bergelimpangan
Cinta dimana-mana
Jiwaku memang menembus awan sana

JIWA (KEMBALI)
Nun jauh bahkan tak terlihat oleh mata
Lantunan nada merdu terdengar tanpa kata
Namun ketika kutajamkan telinga
Terdengar suara yang membekukan raga

Bagaikan sangkakala
Isyarat ini membunyikan pertanda pula
Bahwa telah waktunya kembali pada realita
Tibalah untuk jiwa kembali ke cangkang pelita

Aku kini percaya
Dengan kekuatan dan ketegaran
Yang tersurat dari kelembutan

Sekarang aku mulai berfikir
Tidak secara depresif namun secara partikulir
Secara menyenangkan bukan dengan siksaan berdesir

Mengenai hari-hari kita yang telah lalu
Yang kita lewati hanya dalam rasa biasa dan pahit
Hingga lidahpun menjadi berasa kelu
Aku berfikir untuk mengubahnya tanpa berkelit
Agar hidup terasa sangat nyata
Agar cinta terasa sama rata
Agar semua menjadi kebahagiaan abadi dalam realita

Jiwaku telah kembali lagi
Dan ku akan mulai esok pagi
Dengan semangat baru ini

No comments: